Kamis, 06 Desember 2012

Pada Gerbong Kereta

Pada sebuah gerbong kereta saya duduk di dekat jendela. Menatap tiap detail panorama yang lewat. Menghirup aroma persawahan yang hijau. Sore itu untuk pertamakalinya saya mbolang sendirian. Pulang ke rumah orang tua di sebuah kabupaten di jawa timur. Perjalanan sendiri sudah sering saya lakukan, sehingga tidak terasa begitu berat walaupun rute kali ini tidak terlalu saya hapal karena pertama kalinya dengan kereta api dari ibukota.

Perjalanan sendiri, seperti biasanya sekedar say hello atau mengobrol dengan teman sebangku. Terkadang juga menyibukkan diri dengan musik dan buku jika tetangga perjalanan telah terlelap. Perjalanan dengan kereta ai itu menyenangkan jika dilakukan pagi dan siang hari karena pemandangan luar benar-benar bisa dinikmati. Tapi, untuk perjalanan kali ini yang menhabiskan malam hari, maka tak ada pilihan lain selain bersenandung bersama kumpulan nasyid dan murattal di HP.

Penyakit saya dikereta atau di kendaraan adalah tidak bisa tidur. Walaupun susah payah mata terpejam, apalah daya, sensor tetap bekerja. Akhirnya, hanya bisa pasrah menatap orang-orang yang terlelap.

Pukul setengah satu pagi, kereta berhenti di satu stasiun. Dari luar terdengar para pedagang asongan yang hingga dini hari masih berteriak menjajakan dagangannya. Nasi pecal, kopi, teh, wingko babat dan lain sebagainya. Mereka masih berjuang dikala orang-orang telah beristirahat di kasur yang empuk. Jangan dikira mereka yang berjualan itu hanya para kaum adam yang masih kuat fisik, melainkan tak sedikit para ibu atau wanita paruh baya yang masih terjaga. Subhanallah...Ya Rabb, begitu banyak syukur yang harus terlantun. Betapa banyak nikmat yang Allah limpahkan, semoga Allah jaga diri ini dalah kesyukuran.

Pukul tiga pagi, ketika saya membuka mata, saya dapati seorang tetangga perjalanan juga terbangun, sepertinya bergegas ke toilet. Saya pun tidak mau tau dan kembali memejamkan mata walau tak kan bisa tidur juga. Beberapa menit kemudian, saya kembali membuka mata dan mendapati tetangga perjalanan yang terbangun tadi Qiyamul Lail....Subhanallah....ada haru menelusup. Allah, ditengah perjalanan yang melelahkan seperti ini, dimana para penghuni kereta tengah lelap, masih ada yang terbangun untuk bersujud kepadaMu. Sayapun memejamkan mata kembali, bukan untuk tidur melainkan merenung, menyadari, betapa kecilnya saya, dan betapa jauhnya saya dari Allah. Tetangga saya qiyamul lail, saya tak beranjak dari tempat duduk.

Perjalanan kali ini memberikan energi positif, alhamdulillah...energi QL tetangga perjalanan tadi memberikan magnet yang mampu mengisi sedikit energi, memberikan sebuah perenungan, bahwa di manapun kita berada, selalulah ingat Allah, di kala lapang maupun sempit, saat duduk mauapun berbaring.

Tetangga saya itu begitu biasa kelihatannya, tapi Subhanallah...begitu luar biasa ibadahnya...Semoga Allah menjadikannya seorang yang selalu berada dalam limpahan Rahmat dan keberkahanNya. Semoga Allah kabulkan doa dan harapannya.


Pada gerbong kereta, ada banyak hikmah dan pembelajaran yang saya dapatkan. Bahwa saya harus bersyukur atas nikmat Allah yang tak terhitung jumlahnya, bahwa kita harus selalu memperbaiki diri dimanapun dan kapanpun. Ingatlah Allah di kala lapang dan sempit. Semoga di perjalanan berikutnya banyak hikmah dan pelajaran yang kembali bisa di ambil. Semoga selalu ada energi positif yang bisa diserap.

Pada gerbong kereta ini, pada perjalanan kali ini, Alhamdulillah Allah berikan hikmah dan pelajaran memalui seorang tetangga seperjalanan dan melalui para pedagang asongan.



Rabu, 05 Desember 2012

Penantian

Album : Perjalanan
Munsyid : Seismic
http://liriknasyid.com


Penantian adalah satu ujian,
tetapkanlah ku selalu dalam harapan,
karena keimanan tak hanya diucapkan,
adalah ketabahan menghadapi cobaan,
sabarkanlah ku menanti pasangan hati,
tulus kan kusambut sepenuh jiwa ini,
di dalam asa diri menjemput berkahMu,
tibalah ijinMu atas harapan ini,
Robbi teguhkanlah ku dipenantian ini,
Berikanlah cahaya terangmu selalu,
Robbi hanya padamu ya doaku ini,
Duhai tempat mengadu segala rasa diri.

Aku dan Pulau bernama Aceh

Tak terasa dua tahun lima bulan sudah berada di pulau bernama Aceh. Pulau paling ujung indonesia yang dulu terkenal dengan sebutan DOM alias daerah operasi militer. Dan pulau yang juga diterjang tsunami tahun 2004 silam.

Dua tahun lalu, keputusan untuk ke aceh begitu bulat. Dengan pancaran semangat dan niat pengabdian maka kakipun mantap menerima tawaran menjadi pengajar di salah satu politeknik di aceh.Dua tahun lalu kaki masih terasa ringan untuk menetap disini tanpa saudara..apa mau dikata, namanya juga sedang bersemangat '45.

Aceh, daerah yang terdiri dari berbagai etnis, jawa, cina, india, arab, turki dan lain sebagainya. Daerah yang menerapkan prinsip2 syariat islam pada kehidupan masyarakatnya. Di sini akan sangat jarang sekali dijumpai wanita tanpa jilbab, bahkan anak kecil sekalipun telah wajib berjilbab sejak sekolah dasar. Benar-benar mengagumnkan. Walaupun belum semuanya terwarnai dengan syariat paling tidak aceh telah merupaya membangun daerah bersyariat islam.

Dari segi bahasa sendiri amat sulit mempelajari bahasa aceh. Dari segi penduduk, ada beragam tipe orang di aceh, tak jauh beda dengan di jawa. Sedangkan dari segi makanan...berat...dengan makanan khas berkadar leak dan kolestrol tinggi.

Aceh...satu alasanku bertahan mungkin satu, niat untuk mengabdi pada dunia pendidikan, hingga hampir 2,5tahun bertahan...

Sekarang, mulai terasa berat tinggal di aceh tanpa ada satupun keluarga...Yah, walau bagaimanapun juga keluarga memang segalanya, ayah , bunda dan adik di sana.....

Sekarang, kembalikan dulu niat, jaga dulu semangat mari mengabdi di aceh dan merancang untuk kembali mengabdi di jawa.... :D