Senin, 02 Mei 2011

Jalan-jalan sore


Manusia itu begitu kecil jika dibandingkan dengan apa yang tlah Allah ciptakan di muka bumi ini, lantas layakkah manusia tuk sekedar menyombongkan diri? Pantaskan ia tuk tak patuh pada titah Tuhannya? Padahal jika Allah mau begitu mudah peringatan itu datang,entah itu lewat peringatan kecil ataupun peringatan besar sedahsyat Tsunami yang menghantam Indonesia utamanya Aceh dan beberapa negara tetangga beberapa tahun silam.
Sebuah pelajaran berharga dari penelusuran jejak-jejak tsunami 1 April 2010 setahun kemarin. Sewaktu mendengar dari teman bahwa saat tsunami sebuah kapal besar terdampar maka rasa penasaran yang begitu besar pun muncul, seperti apakah kapal itu hingga tak bisa dikembalikan ke laut? Dan Alhamdulillah atas bantuan Pak Ismail dan Pak Kemal saya dan dua orang teman (Firman dan Agil) berkesempatan jalan-jalan juga putar-putar kota Banda Aceh. Kota Aceh bisa dibilang dalam proses rehabilitasi pasalnya ada banyak bangunan baru yang dalam proses pembangunan namun tlah banyak rumah bantuan dan gedung-gedung baru berdiri, begitu pula dengan jalan-jalannya yang tebuat dari aspal terbaik sehingga begitu mulus, bahkan konon kabarnya di koran aceh beberapa hari lalu akan di bangun highway.Efek tsunami beberapa tahun silam rupanya sangat dahsyat hingga kota besar ini hancur. Tempat yang ingin saya lihat awalnya hanya masjid Raya Banda Aceh, karena dulu sebelum berangkat ke Aceh tempat itu yang ingin pertama kali dikunjungi (pengen sujud syukur karna udah sampai ke Aceh dengan lancar), tapi rupanya saya baru bisa melihat dari dalam kaca mobil saja belum bisa menjejakkan kaki di pelatarannya atau merasakan dinginnya lantai serta suasana dalam masjid.(Semoga kapan-kapan ada yang mau ngajak ke sana, hehe...). Masjid Raya Banda Aceh, berdiri kokoh dan Megah, sedangkan taman di area masjid sedang mengalami pembangunan, namun kecantikan masjid ini tak pudar, Subhanallah...Setelah melewati masjid kamipun melewati museum tsunami tempat memperingati kejadian tsunami. Tak jauh dari alun-alun kota Banda Aceh mobil berputar menuju lokasi terdamparnya Kapal PLTD Apung 1, Kapal superbesar yang terdampar beberapa kilometer dari tempatnya berlabuh. (MasyaAllah kapal segede ini bisa hanyut oleh hantaman tsunami. Ah, tak mampu otak ini membayangkan kedahsyatan air yang menerjangnya). Disekitar kapal itu bertengger, terdapat pemukiman warga, dan rupanya bodi kapal ini menimpa beberapa rumah warga. disekitar kapal dapat dijumpai orang-orang yang juga penasaran dengan keberadaan kapal di tengah pemukiman tersebut, bahkan sempat kami berpapasan dengan seorang biksu (jadi ingat film saolin popeyenya boboho).  Yaya, sayangnya saya tak bisa turun untuk naik langsung ke atas kapal walaupun mupeng berat tapi apa daya waktu tak memungkinkan untuk singgah. Dan perjalanan dilanjutkan ke Pantai Ulele yang kata pak Kemal daerah itu telah tergerus karena bibir pantai telah bergeser akibat abrasi dan Tsunami bahkan semua bangunan kantor pemerintahan di sana baru kecuali sebuah Masjid yang berdiri di pinggir pantai dengan tetap Megah (Subhanallah, lagi-lagi saya mersa takjub). Pantai Ulele cukup ramai sore itu pasalnya malam minggu. Dan penjual jagung bakarpun ramai berjualan di pinggir jalan. Sejurus mata memandang ke depan tampak laut lepas yang diseberangnya terdapat pulau Sabang. Dari yang saya baca Pulau sabang adalah tempat berlokasi nol kilometer dari ujung barat indonesia,kata yang udah pernah ke sana ada tugu nol kilometer di sana (Tempat yang sangat ingin saya dikunjungi liburan selanjutnya..’mupeng mode:on’). Jika melihat pantai Ulele jadi teringat Parang Triris ombak lautnya agak tenang namun syerem euy ngeliat pantai barat indonesia itu, tak jauh dari situ ada pelabuhan baru yang katanya bisa buat nyeberang ke pulau sabang (lagi-lagi bicara sabang jadi tambah ngiler....). Hm...cukup disayangkan tak bisa sejenak mampir tapi tak apalah yang penting bisa menghilangkan rasa penasaran akan keberadaan jejak-jejak tsunami. Dari Ulele karna sudah cukup sore (walaupun kalo di pulau jawa udah magrib) kamipun pulang menuju wisma melewati pasar aceh dan sempat singgah makan di simpang lima Jalan Nyai Safiatudin kalo nggak salah, mie ayam jamur...(apa ini ya yang disebut mie aceh di Gampoeng Aceh di bandung sana, tapi tekstur agak beda. Jadi penasaran sebenarnya makanan khas banda Aceh apa sih? Hm, biarkan waktu yang menjawabnya kali ya...^^v). Sepanjang jalan pulang, kami sempat melewati kantor gubernur dan kantor polisi islam namun tak sempat mampir karna hari sabtu (rencananya mau ngantarin si agil salaman sama pak Gubernur, hihihi....).
Ekspedisi singkat sore itu memberikan begitu banyak hikmah berharga tuk dijadikan perenungan dan pelajaran akan KeMaha Besaran Allah, karna jika Allah tlah berkehendak terhadap sesuatu maka tak akan ada kekuatan apapun yang mampu mencegahnya. Sesaat saya jadi teringat perkataan seorang ustadzah yang menyandur perkataan seseorang bahwa pada dasarnya kita adalah seorang manusia yang berdiri di atas kerupuk di atas semangkuk bubur panas, di mana saat kerupuk itu leleh maka tenggelamlah kita begitu pula keberadaan kita di muka bumi ini yang pada dasarnya kita mendiami bumi yang di perutnya ada lava panas yang bisa kapan saja memuntahkan lava tersebut. Maka dapat dibayangkan bahwa manusia sebenarnya tak punya daya jika tak ada Allah yang membantu dan selalu menaungi dengan Rahmat dan Cinta KasihNya yang tak terbatas. Ketika Allah memberikan suatu ujian berupa bencana maka itu sangat mudah bagi Allah seperti adanya bencana tsunami, gempa, longsor, banjir bandang dan sebagainya yang menimpa negeri ini. Jika Allah tlah berkehendak seperti petikan kalimat-kalimat pembuka di atas bahwa saya ataupun kita tak pantas untuk sombong. Sombong terhadap apapun karna pada dasarnya tak ada yang pantas tuk disombongkan. Kecantikan, ketampanan, berapa tahun ia kan bertahan? seiring bertambahnya usia iapun kan memudar. Kekayaan, popularitas, jabatan, karier yang cemerlang? berapa tahun kan kita genggam karna ada masanya kita tuk pensiun dan kekayaan paling berharga saat kita menafkahkannya di jalan Allah melalui infak,zakat,shadaqah serta wakaf. Begitu pula dengan ilmu yang kita miliki sehingga menjadikan kita begitu pintar bukan untuk bahan perdebatan namun tuk dibagi dan diamalkan agar buahnya dapat dirasakan semua orang. Lantas yang lainnya? Sepertinya tak ada karna derajat kemuliaan manusia hanya dibedakan oleh keimanan dan ketakwaan. Dan rupanya inilah pilihan yang tak dapat ditawar bahwa sebagai manusia yang tlah diamanahi Allah tuk menjadi khalifah di muka bumi ini sudah selayaknya kita menjalankan amanah itu dengan penuh amanah pula...
            Semoga saya dan teman-teman yang turut membaca tulisan ini selalu dijaga Allah dalam keistiqomahan langkah dan di jaga dalam kebaikan hidup agar bisa menjadi manusia yang slalu memperbaiki diri dari hari ke hari. Menjadi manusia yang bisa menjaga amanah Allah berupa ilmu maupun kepandaian, menjaga laku dan lisan agar tak banyak hati tergores akibat tajamnya lidah. Karnanya ada sebuah hadist yang memerintahkan kepada kita untuk berbicara yang baik atau diam. Maka, dengan amanah yang yang terpikul di kedua pundak ini, sebagai apapun profesi kita, mari senantiasa amanah dan bertanggungjawab karna kejayaan kehidupan di muka bumi ini juga tak lepas dari andil kita sebagai manusia. Seperti apa kehidupan mendatang ditentukan dari langkah yang kita lalui hari ini. Ganbatte Ne!!! ^^v



(Sebuah catatan yang tak sengaja tertulis saat kesepian di wisma Anggrek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar